Pages

3.10.20

Sepotong Kisah dari Aomori

 












Satu daun jingga jatuh dipangkuanku saat sedang mengamati Hiro berlarian di taman. Dari angle frog eye, bisa dapat foto yang instagramable. Bahkan tengok samping kanan dan kiri pun cantik hangat.


Aku memberi kode pada Hiro dan suami untuk mendekat. Kami menikmati bento yang tadi kubuat. Alhamdulillah melihat orang tecinta bahagia membuatku ‘nyala’.


Semalam suami lagi-lagi mengingatkanku bahwa 'its ok to be not okay'. Kemarin hari terasa berat, rasanya ada saja yang tidak sejalan dengan harapan. Ingin rasanya serba sempurna, padahal mana ada anak/ibu yang perfect. Kalau sudah begitu saatnya perlu me time! Ngopi bersama ibu-ibu lain, playdate bersama ibu & anak lain, atau belajar bahasa Jepang. 



Dulu tidak pernah terpikir untuk tinggal di jepang, pernah sih ingin sekali jalan-jalan kesini, ingin sekali ke Harajuku karna suka sama Jfashion. Tapi keburu takut lihat huruf hiragana/katakana/ apalagi kanji dan benar-benar tidak tertarik buat belajar bahasa Jepang karena sudah tercap sulit dikepala hehehe (tp itu dulu..).

Ternyata disini orang Jepang sangat menjaga jarak dengan ‘orang baru’. Bukan hanya orang asing, bahkan sesama orang Jepang saja bila memang belum terlalu kenal meraka akan jaga jarak. Mereka juga sopaan sekali, sampai bingung sekali cara mengimbanginya. Mereka susah banget untuk bilang ‘tidak’ (menolak/melarang) secara lugas, biasanya mereka menggunakan bahasa sopan/ambigu yang jelas-jelas tidak biasa buat kita orang asing. 

---


Walaupun disini alamnya indah sekali, fasilitasnya bagus. Jauh dari tanah air, orang tua dan teman-teman sambil membesarkan seorang anak tentu ada beberapa saat yang bikin down. Untungnya suami menjadi support system yang baik dalam pengelolaan emosi. Jelas diri sendiripun harus banyak-banyak introspeksi, berusaha memperbaiki ibadah, mendengarkan kajian online, dan memberi waktu untuk diri sendiri.




 
'Jangan putuskan silahturahim sesama muslim' adalah kalimat yang selalu kuingat-ingat, dan dari kalimat itulah aku bisa dapat beberapa temen muslim regional tohoku. Tadinya aku merasa seorang diri sebagai muslim indonesia di provinsi/prefektur Aomori. Kalimat sesingkat itu membuat aku punya banyak teman Muslimah disini. Maklum Aomori itu kan kampung, bahkan dengan memakai jilbabpun mereka tidak mengerti aku seorang muslim. Adanya agama yang bernama Islampun hanya segelintir. Itupun terbagi lagi, ada yang membencinya karena disangkutpautkan dengan ISIS ada juga yang toleran sekali. Karena itulah aku sampi kaget waktu bertemu Muslimah selain aku disini. Alhamdulillah.

Berbeda ceritanya bila di kota besar seperti Tokyo, disana mungkin sudah terbiasa dengan Islam, masjidpun sudah ada banyak.

Dengan semua pengalaman hidup sampai titik ini mengajarkanku untuk sedikit lebih sensitif terhadap perasaan orang lain, kalau dulu lebih berfikir secara logis. Dulu aku suka membuat goals buat diri sendiri, bukan sekedar mengumpulkan angan kosong. Karena aku lebih suka berusaha labih keras tanpa tekanan dibanding ditekan keadaan yg sulit dulu baru berusaha untuk bertahan. Itulah yang dulu diterapkan di bisnis lamaku : mochul crochet. Kangen juga.. Tapi bila bisa menasihati diri dimasa lampau ingin rasanya bilang “jangan menyerah, pasti semua bisa bisa terlalui entah sekarang atau nanti.

Banyak memang yang membuatku berubah, kalau kata temanku hijrahku ibaratnya "tersesat kejalan yang benar”. Dan kalau kata suamiku, hijrahku ini hasil dari doa orangtua. Yang jelas entah bagaimana caranya aku dipertemukan dengan orang-orang yg sudah mantap hijrahnya, yang solehah, yang bisa membuatku belajar banyak dr pengalaman dan ilmu-ilmu yg mereka miliki.


 

“Yuk pulang” tiba-tiba suamiku menyadarkan dari lamunan panjangku barusan. Golden hour di musim gugur Jepang. Aku membersihkan sisa makanan di pipi Hiro. Senyumnya mengembang, tanda baterainya sudah full. Ya kenyang, ya senang. Dia senang aku menjadi tenang.

 

--------------------------------------------------------------------
























Semua sudah punya porsinya. Apa yang kita petik sekarang adalah yang kita tanam sebelumnya. Ada yang bersyukur ada yang kufur. Kitalah yang bisa memilih kacamata mana yang hendak di pakai dalam menghadapi apapun. Apa yang kini berat kelak akan menjadi ringan. Apa yang kini terasa rugi bisa jadi untung di alam yang kekal nanti.


thankyou Siti Prita Fitrianti

Photo credit : Irwan Kurnia



No comments: