Pages

1.11.20

Abstraksi Rasa

 




Sapuan warna lilac seolah menari lembut, dia ingin ringan, dia ingin terbang. Kelabu tebal dibelakangnya menerimanya dengan lapang. ‘Hi…’ sapanya. ‘Kita tidak kontras, dan tidak satu rima, tapi aku senang kau datang’. Lilac tersenyum, tapi tidak lama. Tiba-tiba ada gold menampar mereka, ‘Diam!’ congkak sekali. ‘Kini aku yang bersinar..’. Mau tidak mau yang lain sunyi.

 

“Ibuuuu, lihat buku paket Matematika punyaku?” Anak bujang tiba-tiba muncul dibelakangku.

“Waw, kayanya lukisan ibu yang ini lagi pada berantem ya warnanya?” Ku acak rambutnya sambil berlalu cuci tangan, “Iya.. kayak kamu sama adek-adek tuh”. Nyengir dia.

 

-------------

 

Dari katalog pelukis yang ku dapat dari pameran lalu, terjadi lamunan panjang. Semua rasa, cerita, emosi, bisa terekam menjadi suatu karya, beruntung sekali. Tanpa banyak beban, tiba-tiba aku sudah menghabiskan berlembar-lembar kertas untuk dilukis. Abstrak. Berati semua bentuk melebur, warna-warna berkisah, cerita berbicara, ada yang berbisik, datar atau lantang.

 

Dari kertas aku akhirnya siap pindah ke kanvas. Lebih hidup. Dari sedikit, sedikit banyak hingga semakin banyak. Semua rasa terekam disana. Betapa menguras air mata bahagia ketika ternyata ada yang berminat menjemput salah-satunya  untuk dibawa pulang.

 

Kuteguk kopi yang sudah mendingin. Kukecilkan dulu volume siguros. Kucoba sapukan sedikit ‘katalis’ lagi di perpaduan warna yang kali ini seperti berpegangan tangan. Agar lebih akrab. Kadang satu karya bisa sekali duduk selesai, kadang butuh lebih banyak waktu curhat.

 

Melukis seperti menjadi sarana terapi ditengah bangun-urusan RT-tidur-bangun dan repeat. Ada masa ketika anak tidak bisa ditinggal, banyak diam dirumah. Tapi mau menjahit tidak memungkinkan. Ketika masih bayi, butuh didekap. Tumbuh balita, butuh perhatian. Pernah dicoba menjahit tapi benang-benang beliau gunting-gunting. Bye! xD

 

------------

 

Makanan sudah matang, tapi anak-anak belum datang. Waktu-waktu ini saatnya melipir dulu.

Memang rutinas bisa membosankan, karena itulah kupaksakan diri supaya mencari visual yang harus instanly membuatku happy. Walau melukis kadang bisa kita menjadi overthinking. Mempertanyakan apa dan kenapa berputar-putar. Ketika kita tidak tau, bisa pointless. Cara mengantisipasinya yaitu dengan banyak membaca, menonton youtube sesama pelukis. Karena aku autodidact (self-taught), membuat semakin penasaran untuk selalu belajar lagi. Learning by doing.

 

Semua momen abstraksi, dengan warnanya, dengan prosesnya membuatku terpukau.

 

----------







 

Oh, lagi-lagi kehabisan warna putih dan biru.

Brb, cek marketplace.

 

Kadang ini membuatku berfikir ulang. Art supplies, waktu dan semua energinya ini ‘mahal’. Tapi karyaku terjual dengan harga tidak sebanding. Kapan ya bisa menjual dengan nilai tertentu? Tapi ini seperti sebuah relationship. Pahitnyapun harus diterima.

Tetap saja terjualnya lukisanku membuatku haru. Semoga segenap doa yang terselip didalamnya ikut terbawa dan memberi ruang rasa di tempatnya pergi.

 

Rasa yang senang, rasa yang kelam, rasa yang sepi dan yang penuh. "All stars are born in the dark and all darkness dies in the light."- MV Darklight. Banyak yang bisa buat kita down, maka hanya ibadahlah solusinya. Bagaimana membawa diri untuk lebih dekat dan lekat. Itulah tujuan semua insan. Selalu menjadi peer semua.

 

Afirmasi positif selalu penting. Disaat mulai negatif, jangan sampai dibawa larut. Pasrah dan berserah bisa menjadi gerbang syukur.

 



----------


Thankyou

@shanty_nurhayanty

 

 

 

 

 

No comments: